GLORAMEDIA - Partai Demokrat harus realistis dalam menentukan siapa calon presiden jika berhasil mendorong terbentuknya poros ketiga nanti. TGH M Zainul Majdi atau dikenal dengan panggilan Tuan Guru Bajang (TGB) dinilai lebih berpeluang dibanding Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). TGB yang kini menjabat gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), memiliki dukungan besar dari masyarakat muslim dan tentunya pemilih Demokrat.
Pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai, jika Partai Demokrat ingin meraih kemenangan di pemilihan presiden (pilpres) nanti, maka Demokrat harus legowo untuk memajukan TGB dibanding AHY.Kenapa begitu? Menurutnya, TGB memiliki massa sendiri, selain juga massa dari Demokrat. Tetapi kalau AHY, massanya hanya dari Demokrat saja."Jadi kalau mau mendapat 'karpet merah', maka nasib Demokrat ada di tangan TGB, selaku kader partai," kata Hendri kepada INDOPOS, Selasa (13/3).
Hendri menjelaskan, popularitas TGB saat ini dikenal mewakili dari kalangan agamis. Kalau pun pada akhirnya Demokrat hanya mendapat jatah cawapres bersama Joko Widodo, TGB dinilai lebih tepat."Sangat tepat TGB untuk jadi wakil Jokowi ataupun Prabowo yang nasionalis," ujarnya.Namun menurut Hendri, jika terbangun poros ketiga bersama PKB, agak sulit menyandingkan TGB dengan Ketua Umum PKB Muhaimim Iskandar atau Cak Imin. Ini mengingat Cak Imin yang juga mewakili kalangan santri.“Bisa juga TGB diduetkan dengan Zulkifli Hasan yang nasionalis," tuturnya.
Nama TGB menjadi perbincangan hangat warganet dua hari belakangan ini. Dipicu oleh beredarnya foto TGB di tengah arena Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Demokrat. TGB tampak menggunakan baju seragam Demokrat.Beragam komentar pun bermunculan. Ada yang tetap menyatakan mendukung TGB, namun ada juga yang menyatakan tak akan memilih TGB setelah melihat TGB mengenakan baju Demokrat.Terpisah, pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing berpendapat, peluang TGB untuk diusung oleh Partai Demokrat sangat dimungkinkan. Hal itu bisa terjadi, jika menjelang penentuan capres-cawapres nanti, elektabilitas TGB ternyata lebih tinggi dari AHY."
Kalau surveinya memang lebih tinggi (TGB), ya sangat mungkin Demokrat memajukan TGB dibanding AHY. Karena politik itu dinamis dan pragmatis. Yang penting kepentingan Demokrat bisa tersalurkan oleh TGB," kata Emrus kepada INDOPOS.Emrus menambahkan, SBY beberapa kali menjelaskan bahwa politik adalah seni berkompromi. "Atas dasar komunikasi politik yang dimainkan oleh SBY itu, saya masih meyakini Demokrat sangat fleksibel. Asal ada kompromi saling menguntungkan," jelasnya.Sama halnya dengan Hendri, Emrus juga mengungkapkan bahwa TGB bisa diduetkan dengan Jokowi ataupun Prabowo. "TGB Bisa masuk ke dua bakal calon capres yang ada saat ini," jelasnya.
Lalu, bila Demokrat mengajukan AHY sebagai pendamping Jokowi, maka menurut dia, pihak koalisi pendukung Jokowi pasti melakukan kalkulasi politik terkait peluang elektabilitasnya.Emrus mengungkapkan, AHY masih terlalu muda untuk duduk di kursi cawapres. “Dia (AHY) mengundurkan diri TNI dengan pangkat yang bisa dikatakan masih terlalu muda. Dia tidak bisa menyelesaikan kewajiban sebagai panggilan jiwa di militer. Karena kalau panggilan jiwa itu harus diselesaikan sampai pensiun, kecuali jika dia sakit,” ujarnya.Dosen Universitas Pelita Harapan ini juga menganggap, AHY belum memiliki karya yang berdampak kepada masyarakat. Ini membuat masyarakat sulit untuk percaya, karena belum melihat perjuangan yang dia lakukan untuk negara.“Misalnya seperti dia membangun koperasi desa, atau dia membangun gerakan sosial yang berdampak pada rakyat kecil untuk meningkatkan kesejahteraan,” kata dia.
Kemudian, tambahnya, AHY bukan kader Demokrat ketika menjabat sebagai TNI. Dia masih dianggap anggota baru pasca pengunduran dirinya.“Dengan begini bisa menimbulkan kecemburuan sosial antara kader Demokrat yang selama ini berjuang dari bawah. Seharusnya memang, sekalipun itu anak kandung dari pendiri, dia harus menjadi kader yang menyentuh langsung ke bawah. Sehingga dia dikenal karena karyanya, bukan karena putra mahkota dari pimpinan partai,” ujarnya.Dia juga mengatakan, poros baru yang akan berada di tengah kedua poros ini masih belum ada. Namun, beberapa partai sudah memulai untuk melakukan komunikasi politik tahap awal.“Bila ada koalisi ketiga nantinya, sampai saat ini masih belum kelihatan. Kalau kita lihat dialog komunikasi yang dilakukan, bisa jadi antara Demokrat, PKB dan PAN. Tetapi pertemuan ini masih dilakukan antara baris kedua dari partai politik. Belum ada pertemuan antara pimpinan partai dan sekjend. Dan komunikasi politik ini masih di bilang sangat awal untuk menjalin koalisi ke depan,” terangnya.
Selain itu, Emrus juga turut memberikan pandangan terkait pertemuan Jokowi dan Demokrat. Dia menjelaskan, bahwa pertemuan tersebut hanya sekedar pertemuan biasa. Layaknya Presiden yang menghadiri suatu acara.“Pertemuan itu sekedar antara Presiden dengan partai politik. Karena kan Jokowi itu presiden dari semua partai politik yang ada di Indonesia. Sehingga komunikasi yang mereka bangun saat itu masih sangat cair,” pungkasnya.Demokrat Masih Yakini AHY, PKS Tak Mau TGBSementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan ketika dihubungi INDOPOS meyakini bahwa AHY memiliki peluang yang besar untuk masuk di Pilpres 2019."Kami masih melihat bahwa sampai saat ini elektabilitas Mas AHY masih tinggi dibanding TGB," ucapnya.
Meski begitu, dirinya menghormati jika memang TGB ingin maju sebagai capres/cawapres. "Ya silakan saja. Toh bagus jika Demokrat memiliki alternatif pilihan kepada rakyat," ujarnya.Dirinya pun menerangkan bahwa partainya hingga saat ini belum menentukan siapa capres/cawapres yang diusung."Di dalam rapimnas kemarin, kami belum juga menentukan calon," ungkapnya.Begutupula dengan isu adanya koalisi poroa ketiga. "Tak ada juga pembicaraan perihal koalisi ketiga. Semua saat ini masih fleksibel. Demokrat masih membangun komunikasi politik dengan partai manapun," tambahnya.Ketua DPP Partai Demokrat Didik Mukriyanto mengamini saat ini AHY digadang-gadang banyak pihak untuk maju sebagai calon presiden dan membentuk poros baru.Namun, kata dia, Partai Demokrat belum mengambil keputusan yang final soal siapa yang akan diusung sebagai capres atau cawapres."Kami, Mas AHY dan Demokrat ini belum final. Apakah Mas AHY kemudian akan maju di dalam konteks poros Pak Jokowi atau Pak Prabowo. Atau kah ada poros baru itu tentu sangat dinamis," kata Didik saat dihubungi wartawan.
Ia mengatakan, keputusan untuk menentukan capres atau cawapres yang diusung Demokrat masih harus dibicarakan dengan seluruh kader partai.Demokrat masih perlu menilai sejauh mana ekspektasi masyarakat atas kelahiran pemimpin baru.Didik memastikan Demokrat akan menentukan capres atau cawapres yang diusung di Pilpres 2019 secara rasional."Kami pasti akan menyikapi itu dengan rasional dan utuh. Bagaimana menyikapi apakah kemudian kita akan berdiri pada posisi mana. Kemudian kita akan berkoalisi dengan siapa. Tentu itu dengan dinamika perjalan politik pasti nanti kami akan putuskan," lanjut dia.Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold tidak berubah.Artinya, parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres pada 2019.Karena pemilu legislatif dan pemilu presiden 2019 digelar serentak, ambang batas yang digunakan adalah hasil pemilu legislatif 2014 lalu.
Pada Pilpres 2014, Demokrat memutuskan tidak ikut mengusung pasangan capres-cawapres alias netral. Demokrat gagal mengusung calon setelah menggelar konvensi.Adapun AHY sebelumnya gagal dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Ia memutuskan keluar dari militer setelah maju Pilkada DKI.Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Syuro PKS Hidayat Nur Wahid kepada INDOPOS menyatakan, pihaknya lebih menginginkan kader partainya yang menjadi calon wakil presiden, jika nanti koalisi terhadap Gerindra terwujud untuk Pilpres 2019."Duet dengan Partai Gerindra sangat mungkin terjadi. Dan siapapun capres yang diusulkan oleh Gerindra, kami tetap menginginkan cawapresnya dari PKS," tegasnya.Dirinya pun menyangsikan nama TGB berpeluang meraih suara rakyat."PKS memiliki massa dan kader yang mumpuni jauh dari kualitas TGB. Misalnya Ahmad Heryawan. Pak Aher adalah Gubernur Jawa Barat dua periode. Selain itu dia adalah gubernur terbaik yang ada di negeri ini," ungkapnya.Tak hanya itu, Aher juga dinilai mewakili dari kalangan agamis."Pak Aher juga santri. Dia mewakili banyak ummat di Jawa Barat. Dia terbukti berhasil membangun Jawa Barat dengan penduduk terbanyak di Indonesia," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, Ahmad Heryawan berasal dari suku Sunda sebagai suku terbanyak kedua setelah Jawa."Jadi jika dibandingkan dengan TGB, saya pikir Pak Aher lebih unggul dan cocok untuk menjadi cawapres di koalisi dengan Gerindra. Syukur-syukur partai lain juga mau ikut bergabung," pungkasnya.
Alhamdulillah
ReplyDelete